Clyde Kluckhohn
mendefinisikan nilai
budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku
yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang
dengan orang dan tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang
mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Clyde Kluckhohn (/ klʌkhoʊn
/; 11 Januari 1905, Le Mars, Iowa - 28 Juli 1960, di dekat Santa Fe, New
Mexico), adalah seorang antropolog Amerika dan teori sosial, terkenal karena
kerja etnografis jangka panjang antara Navajo dan kontribusi untuk pengembangan
teori budaya dalam antropologi Amerika.
Awal kehidupan dan
pendidikan
Kluckhohn lulus di Princeton
University, tapi dipaksa oleh kesehatan yang buruk untuk mengambil istirahat
dari studi dan pergi untuk pulih di sebuah peternakan di New Mexico milik suami
sepupu ibunya ini, Evon Z. Vogt. Selama periode ini ia pertama kali datang ke
dalam kontak dengan tetangga Navajo dan mulai cinta seumur hidup dari bahasa
dan budaya mereka. Dia menulis dua buku populer berdasarkan pengalamannya di
negara Navajo, Untuk Kaki Pelangi (1927) dan Beyond the Rainbow (1933).
Dia melanjutkan studi di
University of Wisconsin-Madison dan menerima AB di Yunani tahun 1928. Dia
kemudian belajar klasik di Corpus Christi College, Oxford sebagai Rhodes
Scholar di 1928-1930 [1] Selama dua tahun berikutnya, ia belajar antropologi di
University of Vienna dan terkena psikoanalisis [1]. Setelah mengajar di
University of New Mexico 1932-34, lanjutnya kerja sarjana di bidang antropologi
di Harvard University di mana ia menerima gelar Ph.D pada tahun 1936. dia tetap
di Harvard sebagai profesor di Antropologi Sosial dan Hubungan kemudian juga
Sosial untuk sisa hidupnya
AUGUSTE COMTE
Latar Belakang
(Riwayat Hidup)
Auguste Comte yang lahir di Montpililer, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak
seseorang bangsawan yang berasal dari keluarga berdarah Katolik.Namun, di
perjalanan hidupnya Comte tidak menunjukkan loyalitasnya terhadap
kebangsawanannya juga kepada Katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh
suasana pergolakan social, intelektual dan politik pada masanya.
Pada tahun 1844
Comte bertemu seorang perempuan yang bernama Clotilde de Vaux. Walaupun, Comte
sangat mencintainya hingga akhir hayat Clotilde tidak pernah menerima cinta
Comte karena sudah memiliki suami, walau suaminya jauh dari Clotilde de Vaux
meninggal pada tahun 1846 karena penyakit yang menyebabkan tipis harapan sembuhnya
dan Clotilde masih terpisah dengan suaminya.
Pada tahun-tahun
terakhir masa hidupnya, Comte mengalami gangguan kejiwaan.Comte wafat di Paris
pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetiere du Pere Lachaise.
Pandangan Terhadap Sosiologi
Auguste Comte,
melihat perubahan-perubahan yang disebabkan adanya ancaman terhadap tatanan
social, menganggap bahwa perubahan tersebut tidak saja bersifat positif seperti
berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat, tetapi juga berdampak negative.
Salah satu dampak negative tersebut adalah terjadinya konflik antarkelas dalam
masyarakat. Menurut Comte konflik-konflik tersebut terjadi karena hilangnya
norma atau pegangan (normless) bagi masyarakat dalam bertindak. Comte berkaca
dari apa yang terjadi dalam masyarakat Perancis ketika itu (abad ke-19).
Setelah pecahnya Revolusi Perancis, masyarakat Perancis dilanda konflik
antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi karena masyarakat tidak lagi
mengetahui bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa
saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan social masyarakat.
Oleh karena itu,
Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi
suatu ilmu yang berdiri sendiri.Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum
yang dapat mengatur gejala-gejala social.Namun, Comte belum berhasil
mengembangkan hukum-hukum social tersebut menjadi sebuah ilmu.Ia hanya memberi
istilah bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah “Sosiologi”.
Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile Durkheim
mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya Rules of Sosiological
Method. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya Sosiologi, Suguste
Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi.
Comte jelaslah dapat terlihat progretivitasnya dalam memperjuangkan optimisme dari pergolakan realitas social pada masanya, dengan ilmu social yang sistematis dan analitis.Comte dikelanjutan sistematisasi dari observasi dan analisanya, Comte menjadikan ilmu pengetahuan yang dikajinya ini terklarifikasi atas dua bagian, yaitu social statik dan social dinamik.
Social static dan social dinamik hanya untuk memudahkan analitik saja terbagi dua, walapun begitu keduanya bagian yang integral karena Comte jelas sekali dengan hokum tiga tahapnya memperlihatkan ilmu pengetahuan yang holistic.Static social menerangkan perihal nilai-nilai yang melandasi masyarakat dalam perubahannya, selalu membutuhkan social order karenanya dibutuhkan nilai yang disepakati bersama dan berdiri atas keinginan bersama, dapat dinamakan hokum atau kemauan yang berlaku umum.Sedangkan social dinamik, ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perkembangan masyarakat atau gerak sejarah masyarakat kepada arah kemajuannya.
Pemandangan
Comte rasanya dapat terlihat dalam penjabarannya mengenai ilmu pengetahuannya,
yang mengidamkan adanya tata yang jelas mengendapkan keteraturan social dan
kemajuan perkembangan serta pemikiran masyarakat kea rah positif.Sebagai
seorang ilmuwan Comte mengharapkan sesuatu yang ideal tetapi, dalam hal ini
Comte berbenturan dengan realitas social yang menginginkan perubahan social
secara cepat, revolusi social.
Comte terpaksa memberikan stigma negative terhadap konflik, lentupan-lentupan yang mnegembang melalui konflik dalam masyarakat karena akan menyebabkan tidak tumbuhnya keteraturan social yang nantinya mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme social, anarkisme intelektual. Keteraturan social tiap fase perkembangan social (sejarah manusia) harus sesuai perkembangan pemikiran manusia dan pada tiap proses fase-fasenya (perkembangan) bersifat mutlak dan universal, merupakan inti ajaran Comte.
Comte terpaksa memberikan stigma negative terhadap konflik, lentupan-lentupan yang mnegembang melalui konflik dalam masyarakat karena akan menyebabkan tidak tumbuhnya keteraturan social yang nantinya mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme social, anarkisme intelektual. Keteraturan social tiap fase perkembangan social (sejarah manusia) harus sesuai perkembangan pemikiran manusia dan pada tiap proses fase-fasenya (perkembangan) bersifat mutlak dan universal, merupakan inti ajaran Comte.
Hasil Karya
Comte menganggap pernikahannya dengan Caroline merupakan kesalahan terbesar, berlanjutnya kehidupan Comte yang mulai memiliki kestabilan emosi ditahun 1830 tulisannya mengenai “Filsafat Positif” (Cours de Philosohie Positiv) terbit sebagai jilid pertama, terbitan jilid yang lainnya bertebaran hingga tahun 1842.
Tiga hal ini dapat menjadi ciri pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yatu :
1. Membenarkan dan menerima gejala sebagai kenyataan.
2. Mengumpulkan
dan mengklasifikasi gejala itu menurut hokum yang menguasai mereka.
3. Memprediksi fenomena-fenomena yang akan dating berdasarkan hokum-hukum itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
3. Memprediksi fenomena-fenomena yang akan dating berdasarkan hokum-hukum itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
ALBION WOODBURRY
SMALL (11 Mei 1854 – 24 Maret 1926)
· LATAR BELAKANG
Albion Woodburry
Small lahir pada tanggal 11 Mei 1584 di Buckfield, Maine.Ia
pernah bersekolah di Andover Newton Theological School pada
tahun 1876-1879. Setelah lulus dari Andover Newton Theological School, Albion
Woodburry Small melanjutkan pendidikannya di Universitas Leipzig dan
Universitas Berlin. Ia mempelajari tentang sejarah, ekonomi social dan politik.
Pada tahun 1888 sampai dengan tahun 1889, Albion Woodburry Small belajar sejarah di John Hopkins University di Baltimore, Maryland. Pada waktu yang sama Albion Woodburry Small juga mengajar di Univrsitas Colby.
Pada tahun 1892, ia mendirikan Departemen Sosiologi yang pertama di Unversitas Chicago. Ia memimpin departemen ini selama 30 tahun lebih. Pada tahun 1895, ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul “The American Journal Of Sociology” yang berisikan tentang catatan ilmu kemasyarakatan orang Amerika. Ia sangat berpengaruh dalam penempatan sosiologi sebagai bidang ilmu yang diakui untuk studi akademis.
Albion Woodburry Small telah menjabat sebagai seorang sejarahwan sosiologi.Karyanya yang berjudul “General Sociology” yang berarti ilmu kemasyarakatan umum, merupkan bagian terpenting dari semua karya yang telah dihasilkannya.Albion Woodburry Small meninggal dunia pada tanggal 24 maret 1926 di Amerika Serikat.
· PENGERTIAN SOSIOLOGI MENURUT ALBION WOODBURRY SMALL
Albion Woodburry
Small mengemukakan pengertian sosiologi sebagai kepentingan social yang
menyatakan bahwa kepentingan berada ditangan manusia pribadi mapun kelompok dan
dapat dikategorikan kedalam masalah-masalah seperti kesehatan, kekayaan,
pengetahuan, keindahan, kebenaran dan sebagainya.Masyarakat dianggap sebagai
hasil kegiatan manusia untuk memenuhi kepentingan-kepetingannya.
· HASIL-HASIL KARYA ALBION WOODBURRY SMALL
Hasil karya
Albion Woodburry Small sebagai seorang sejarahwan sosiologi diantaranya yaitu :
1. “Introduction To The Study Of Society”(1894)
1. “Introduction To The Study Of Society”(1894)
2. “General
Sociology”(1905)
3. “The Meaning
Of The Social Science”(1910)
4. “Origins Of
Sociology”(1924)
GEORGE SIMMEL
Asal Dan
Silsilah George Simmel
Simmel adalah
seorang filosof dan sosiolog dari Jerman yang lahir di pusat kota Berlin pada
tanggal 1Maret 1858, anak dari 7 bersaudara. Ayahnya adalah pengusaha sukes
dari Yahudiyang beraliran katolik, sedangkan ibunya mengkonversi ke aliran
protestan.Ayahnya meninggal saat Simmel masih muda, lalu Julius Friedlander
ditunjuk sebagai walinya.Friedlander adalah teman dari keluarga Simmel dan
pendiri penerbit internasional.
Latar Belakang
Pendidikan
Julius
meninggalkan kekayaan untuk Simmel yang dapat digunakannya untuk bersekolah
hingga sarjana. Setelah lulus dari kuliah gymnasium, ia mempelajari sejarah dan
filsafat di Universitas of Berlin dengan tokoh lain dan memperoleh gelar doctor
filsafat pada tahun 1881 ( dengan tesisnya, “The Neture of Master Accordig to
Kart’s Physical Monocologi” ). Ia tetap di Universitas Berlin hingga selesai
kuliah, tidak seperti mahasiswa lain yang gemar berpindah-pindah. Karena itu ia
menjadi privat dozen (1901) dan diangkat menjadi Profesor Ausserordentliche
oleh pemilik akademi. Dan sejak saat itu, ia mulai produktif terhadap
karya-karya dan terkenal hingga USA dan Eropa.
Pendapat Simmel
Tentang Sosiologi
Menurut Simmel,
sosiologi adalah:
Sosiologi
adalah ilmu pengetahuan khusus yang merupakan satu-satunya ilmu analisis yang
abstrak diantara semua ilmu kemasyarakatan.
Secara
spesifik sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kedinamisan bentuk
proses kebudayaan yang menekankan hubungan interaksi social antar individu atau
antar masyarakat dimana keduanya adalah unsure yang saling ketergantungan dan
saling mempengaruhi.
Hasil Karya Simmel
Selama hidunya,
Simmel menerbitkan 22 buku yang terdiri atas 200 esay dan dan artikel.
Diantaranya:
Philosophie des Geldes (1900)
Philosophie des Geldes (1900)
Soziologie
(1908)
Uber Soziale
Differenzing: Soziologie Undpsykologische Untersuchungen, Leipzig (1890)
Probleme der
Geschichtsphilosopie: Eine Erkenntnistheoretische Studie, Leipzig (1892)
Hauptprobleme
der Phiosophie (1910)
Philosophische
Cultur (1911)
Lebesanschauung
(1918)
Concerning
Social Differentiation (1890)
Conflict of
Modern Cultur (1918)
IBNU KHALDUN
(1332-1406 )
Latar Belakang
Pendidikan Ibnu Khaldun
Seorang sarjana
sosiologi dari Italia, Gumplowiez melalui penelitiannya yang cukup panjang, berpendapat,
”Kami ingin membuktikan bahwa sebelum Auguste Comte (1798-1857M) dan Giovani
Vico (1668-1744M) telah datang seorang muslim yang tunduk pada ajaran agamanya.
Dia telah mempelajari gejala-gejala sosial dengan akalnya yang cemerlang.Apa
yang ditulisnya itulah yang kini disebut sosiologi. (Gumplowiez, Ibnu
Khaldun, Arabischersoziologe des 14 jahrundert. Dalam ‘Sociologigsche
Essays:PP.201-202).
Sejarawan dan Bapak Sosiologi Islam ini dari Tunisia.Ia keturunan Yaman dengan nama lengkapnya Waliuddin bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin Al Hasn. Namun ia lebih dikenal dengan nama Ibnu Khaldun. Keluarganya berasal dari Hadramaut (kini Yaman) dan silsilahnya sampai pada seorang sahabat Nabi Muhammad Nabi Muhammad SAW.bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah, salah seorang cucu Wail, Khalid bin Usman, memasuki daerah Andalusia bersama orang-orang arab penakluk pada tahun ke-3 H(9 M). Anak cucu Khalid bin Usman membentuk satu keluarga besar bernama Bani Khaldun, dari bani inilah asal nama Ibnu Khaldun.
Ia lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M (1 Ramadhan 732 H), tetapi sebenarnya ia dari Seville,Spanyol. Sejak kecil, ia sudah hafal Al-Qur’an. Di tanah kelahirannya itu ia mempelajari syari’at (tafsir, hadits, tauhid, fiqih) fisika dan matematika. Saat itu Tunisia telah menjadi pusat perkembangan ilmu di Afrika Utara.
Sejak usia muda,ia sudah mengikuti kegiatan politik praktis. Situasi politik yang tidak menentu di Tunisia, menyebabkan Ibnu Khaldun melakukan pengembaraan dari Maroko sampai Spanyol.Pada tahun 1375, beliau pindah ke Granada, Spanyol. Karena keadaan politik Granada tidak stabil ia menetap di Qal’at Ibnu Salamah di daerah Tilmisan,ibukota Maghrib Tengah (Aljazair) dan meninggalkan dunia politik praktis.
Tahun 746 H, studinya terhenti akibat terjangkitnya penyakit Pes di sebagian besar belahan dunia bagian timur dan bagian barat. Banyak korban akibat dari penyakit yang sedang melanda itu.Karena situasinya berubah, akhinya Ibnu Khaldun mencari kesibukan kerja serta mengikuti jejak kakeknya untuk terjun ke dunia politik.Berkat komunikasinya dengan tokoh-tokoh dan ulama terkemuka setempat telah banyak membantunya mencapai jabatan tinggi.
Karya-karya Ibnu
Khaldun
Sebagai
sejarawan dan filsuf, ia memusatkan perhatiannya pada kegiatan menulis dan
mengajar. Saat itulah karya besar lahir dari tangannya, yaitu :
1. Sebuah kitab Al-Ibrar wa Diwan Al-Mubtada’
wa Al-Khabar fi Ayyamal Al-‘Arab wa Al-Ajam wa al-Barbar atau yang sering
disebut Al-Ibrar (Sejarah Umum), terbitan Kairo tahun 1284. Kitab ini terdiri
atas 7 jilid yang berisi tentang kajian sejarah yang didahului oleh Muqaddimah
(jilid I), yang berisi tentang pembahasan masalah-masalah sosial manusia.
2. Muqaddimah (yang sebenarnya merupakan
pembuka kitab Al-Ibrar) popularitasnya melebihi kitab itu sendiri. Muqaddimah
membuka jalan menuju pembahasan ilmu-ilmu sosial. Menurut pendapatnya, politik
tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan, dan masyarakat dibedakan atas masyarakat
desa (hadarah) dan kota (badawah). Oleh karena itu Ibnu Khaldun dianggap
sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam.
3. Sejumlah kitab yang bernilai tinggi
diantaranya At-Ta’rif bi Ibn Khaldun (autobiografi, catatan dan kitab
sejarahnya) dan kitab teologi yaitu Lubabal Al-Muhassal Afkar Usul Ad-Din
(ringkasan dari kitab Muhassal Afkar Al-Muttaqaddimin wa Al-Muta’akhirin karya
Imam Fakhrudi Ar-Razi dan memuat pendapatnya tentang masalah teologi).
Pengertian Sosiologi
Dalam Muqaddimah
ini pula Ibnu Khaldun menampakkan diri sebagai ahli sosiologi dan
sejarah.Menurutnya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang solidaritas
sosial.Teori pokoknya dalam sosiologi umum dan politik adalah konsep ashabiyah
(solidaritas sosial).Asal-usul solidaritas sosial adalah ikatan darah yang disertai
kedekatan hidup bersama. Hidup bersama juga dapat mewujudkan solidaritas yang
sama kuat dengan ikatan darah.
William Fielding
Ogburn
· Latar Belakang
William Fielding
Ogburn lahir di Butler, Georgia pada tanggal 29 Juni 1886. Setelah beliau lulus
dari Universitas Penyalur Tekstil, Georgia pada tahun 1905, beliau menginginkan
untuk memasuki pekerjaan professional. Ogburn kemudian memulai studinya pada
bidang sosiologi.Beliau adalah seorang profesor sosiologi di sebuah Perguruan
Tinggi di Portland, Oregon. Selama 4 tahun beliau berda di sana. Kemudian
beliau kembali ke Universitas Columbia.Pada tahun 1927, Ogburn dipanggil ke
Chicago untuk mengajar pada sebuah Perguruan Tinggi.Beliau menerima gelar
akademis kehormatan LL.D dari almamaternya dan juga dari Universitas Carolina
Utara.
W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu “ Cultural Lag” (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Ogburn berusaha untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan antara teori biologis dengan berbagai teori evolusi tanpa mengesampingkan konsep evolusi secara menyeluruh.W.F. Ogburn akhirnya meninggal di Tallahassee, Florida pada tanggal 27 April 1959.
· Pengertian Sosiologi
Menurut William
Fielding Ogburn, Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi
sosial dan hasil yang sebenarnya yaitu organisasi sosial. Beliau berusaha
memberikan pengertian tertentu, walaupun beliau tidak memberi definisi tentang
perubahan sosial.Beliau berpendapat bahwa ruang lingkup perubahan social mencakup
unsur kebudayaan yang materiil dan immaterial, dengan menekankan pengaruh yang
besar dari unsur-unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur
immaterial.
· Ajaran-Ajaran Pokok
Beliau
berpendapat bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan suatu kebudayaan
adalah :
1. Discovery (penemuan-penemuan)
Ogburn
mengemukakan ada sebanyak 150 perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya
radio.
2. Invensi
Ogburn mencatat ada 148 invensi atau penemuan semacamnya. Tiga bentuk efek dari invensi yaitu :
Ogburn mencatat ada 148 invensi atau penemuan semacamnya. Tiga bentuk efek dari invensi yaitu :
a) Dispensasi (efek beruntung) dari sebuah invensi mekanik.
b) Sukses (efek
sosial) lanjutan dari sebuah invensi.
c) Konvergensi (munculnya beberapa pengaruh dari beberapa invensi secara
bersama.
3. Difusi
Yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
Yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
4. Akumulasi
5. Penyesuaian
· Hasil Karya (1886-1959)
W.F. Ogburn
menemukan penemuan baru yang dinamakan “ Social Invention” yaitu penciptaan
penegelompokkan dari individu-individu yang baru atau penciptaan adat-istiadat
baru, maupun perilaku sosial yang baru.
v “ Sosial Change with respect to culture and
original nature ” 1992
v “ American Marriage and family relationship “
(dengan gorves) 1928
v “ Sosial Characters Stics of City “ 1937
v “ The Social Effect of Autation “ 1946
v “ Technology and the changing family “ (dengan
nirmkoff) 1953
Max Weber (1864
– 1920)
Max Weber
seorang sosiolog, ahli ekonomi, sekaligus ahli ilmu politik dari Jerman.Ia
menghabiskan waktunya untuk mengajar di beberapa tempat, antara lain di Berlin,
Freiburg, Munich, dan Heidelberg. Salah satu minat besar Weber adalah
keinginannya untuk mengembangkan metodologi bagi ilmu-ilmu
sosial.Karya-karyanya sangat memberikan pengaruh terhadap para ahli ilmu sosial
abad dua puluh. Dalam analisis sosiologis ia mengajukan apa yang disebutnya
sebagai “idea types”, yakni model umum dari situasi sejarah yang dapat dipakai
sebagai dasar pembandingan antarmasyarakat. Ia melawan para penganut Marx
ortodoks saat itu yang mengatakan bahwa ekonomi merupakan faktor yang penting
dan sangat menentukan dalam kehidupan sosial.
Weber menekankan
peran nilai-nilai religius, ideologi, dan pemimpin kharismatik dalam memelihara
kondisi masyarakat. Dalam karyanya, Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism (1920) ia mengembangkan suatu tesis mengenai keterkaitan
yang erat antara gagasan asketis sebagaimana dikembangkan dalam Calvinisme dan
kemunculan lembaga-lembaga kapitalis. Ia merupakan tokoh yang cukup berpengaruh
dalam penggunaan statistik sosiologi dalam studi kebijakan ekonomi. Diantara
karyanya yang lain adalah Wirtschaft und Gesellschaft (Ekonomi
dan Masyarakat) serta General Economic History
7 Pakar Sosial Budaya Nasional
Selo Soemardjan
· Latar Belakang
Selo Soemardjan
adalah seorang ahli sosial yang lahir
di Yogyakarta 23 Mei 1915.Lelaki yang juga dijuluki Bapak Sosiologi Indonesia
ini sebenarnya adalah seorang staf pengajar lmu sosial di kalangan mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia.
Tokoh sosiologi Indonesia ini adalah seorang yang mempunyai disiplin tinggi
dan lebih senang memberikan contoh konkret terhadap peserta didiknya. Di
usianya yang sudah tidak lagi muda, seharusnya Selo Soemardjan sudah bisa
menikmati masa pensiunnya dengan tenang, namun karena pengetahuannya tentang
ilmu sosial yang masih diperlukan, pihak Universitas Indonesia memintanya untuk
kembali mengajar setelah masa pensiun.
· Pendidikan
1. HIS, Yogyakarta (1921-1928)
2. MULO, Yogyakarta (1928-1931)
3. MOSVIA, Magelang (1931-1934)
4. Universitas Cornell, Ithaca, New York, AS (Sarjana, 1959 Doktor, 1959)
· Karya Buku
1. Social Changes in Yogyakarta (1962)
2. Gerakan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963)
3. Desentralisasi Pemerintahan
· Penghargaan
2. Gelar ilmuwan utama sosiologi 30 Agustus 1994
3. Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Universitas
Gadjah Mada (UGM) pada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19
Januari 2002
Vedi R. Hadiz
· LATAR BELAKANG
Vedi R. Hadiz (lahir 1964) adalah ilmuwan sosial Indonesia yang bekerja sebagai Professor of Asian
Societies and Politics pada Asia Research Centre, Murdoch University, Australia
dan sebelumnya sebagai Associate Professor pada Jurusan Sosiologi Universitas Nasional Singapura (NUS). Ia juga pernah bekerja pada Asia Research
Centre, Universitas
Murdoch, Australia, sebagai Research
Fellow. Di samping itu, ia juga merupakan Adjunct Professor di Departemen
Sosiologi Universitas Indonesia. Ia lulus S1 dari FISIP-Universitas Indonesia dan
memperoleh gelar PhD di Murdoch University pada tahun 1996. Di Jakarta ia
pernah bekerja di Prisma (LP3ES) sebagai anggota Dewan Redaksi dan peneliti SPES
(Society for Political and Economic Studies). Karya tulis ilmiahnya pernah
terbit di Indonesia dalam jurnal Prisma dan di luar negeri dalam jurnal
Development and Change, Third World Quarterly, Pacific Review, Journal of
Contemporary Asia, Critical Asian Studies, Historical Materialism, dan
lain-lain. Ia memperoleh Future Fellowship dari Australian Research Council
pada tahun 2010.
· Karya
Di antara bukunya dalam bahasa Inggris adalah :
1. Workers and the State in New Order Indonesia (Routledge 1997)
2. Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of
Markets (bersama Richard Robison, RoutledgeCurzon 2004)
3. Localising Power in Post-Authoritarian Indonesia: A Southeast Asia
Perspective (Stanford University Press 2010)--dan sebagai editor:
4. Empire and Neoliberalism in Asia (Routledge 2006)
5. Social Science and Power in Indonesia (bersama Daniel Dhakidae,
ISEAS/Equinox 2005)
6. Indonesian Politics and Society: A Reader (bersama David Bourchier,
RoutledgeCurzon 2003)
7. The Politics of Economic Development in Indonesia: Contending Perspectives
(bersama Ian Chalmers, Routledge 1997).
Bukunya dalam Bahasa Indonesia antara lain
1. Politik, Budaya dan Perubahan Sosial (Gramedia 1992)
MOCHTAR NAIM
· Latar Belakang
Mochtar Naim (lahir di Nagari Sungai Penuh, Kerinci, Jambi, 25 Desember 1932; umur 78 tahun) merupakan antropolog dan sosiolog
Indonesia.Selain sebagai sosiolog ternama, Mochtar Naim tampil kemuka sebagai
ahli Minangkabau.Dalam beberapa seminar dan tulisan-tulisannya,
Mochtar kerap membagi budaya Nusantara kepada dua konsep aliran.Polarisasi
budaya yang digambarkan Mochtar adalah konsep budaya yang bercirikan
sentrifugal yang diwakili oleh budaya M (Minangkabau), berlawanan dengan konsep
budaya sentripetal-sinkretis yang diwakili oleh budaya J (Jawa).
Mochtar Naim lahir dalam
keadaan sungsang. Ketika ia berusia lima tahun, ibunya meninggal saat
melahirkan adiknya. Ayahnya yang merupakan seorang pedagang kecil, pergi
menikah kembali.Dalam masa kecilnya itu, Mochtar diasuh keluarga ibunya yang
berasal dariBanuhampu,
Agam, Sumatera
Barat.Di nagari tersebut, Mochtar
sekolah hingga merampungkan SLA-nya di Bukittinggi.
Ia melanjutkan studi
sarjananya ke tiga universitas sekaligus, Universitas Gadjah Mada, PTAIN, dan Universitas Islam Indonesia, yang kesemuanya di Yogyakarta. Kemudian studi masternya dilanjutkan di Universitas McGill, Montreal.Melengkapi jenjang pendidikannya, Mochtar mengambil
gelar PhD-nya di University of
Singapore.
Mochtar tercatat sebagai
pendiri Fakultas Sastra Universitas Andalas, 1980, dan sejak itu ia menjadi dosen sosiologi
universitas yang sama. Sebelum itu ia pernah duduk sebagai Direktur Pusat
Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Universitas Hasanuddin di Makassar, dan Direktur Center for Minangkabau Studies, Padang.
Koentjaraningrat
Ayahnya R.M. Emawan
Brotokoesomo, adalah seorang pamong praja di lingkungan Pakualaman.
Ibunya, R.A. Pratisi Tirtotenojo, sering diundang sebagai penerjemah bahasaBelanda oleh keluarga Paku
Alam. Walaupun anak tunggal, didikan ala Belanda yang diterapkan ibunya membuatnya menjadi
pribadi yang disiplin dan mandiri sejak kecil.
Koentjaraningrat tertarik pada
bidang antropologi sejak menjadi asisten Prof. G.J. Held, guru
besar antropologi
di Universitas Indonesia, yang mengadakan penelitian
lapangan diSumbawa. Sarjana Sastra Bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia 1952, ini meraih gelar M.A. bidang Antropologi dari Yale
University, AS, 1956
dan doktor antropologi dari Universitas Indonesia,
1958.
Pak Koen, demikian ia disapa,
merintis berdirinya sebelas jurusan antropologi di berbagai universitas di Indonesia. Ilmuwan yang mahir berbahasa Belanda dan Inggris ini juga tekun menulis. Beberapa karya
tulisnya telah menjadi rujukan bagi dosen dan mahasiswa di Indonesia. Ia banyak
menulis mengenai perkembangan antropologi Indonesia. Sejak tahun 1957 hingga
1999, ia telah menghasilkan puluhan buku serta ratusan artikel.
Melalui tulisannya, ia
mengajarkan pentingnya mengenal masyarakat dan budaya bangsa sendiri. Buah-buah
pikirannya yang terangkum dalam buku kerap dijadikan acuan penelitian mengenai
kondisi sosial, budaya, dan masyarakat Indonesia, baik oleh para ilmuwan
Indonesia maupun asing.
Salah satu bukunya yang menjadi
pusat pembelajaran para mahasiswanya adalah Koentjaraningrat dan Antropologi
Indonesia, yang diterbitkan pada tahun 1963. Dalam buku itu, diceritakan
kegiatan Prof Dr Koentjaraningrat dalam menimba ilmu. Juga di dalamnya, dia
menjadi tokoh pusat dalam perkembangan antropologi.
Berbagai penghargaan telah
dianugerahkan padanya atas pengabdiannya dalam pengembangan ilmu antropologi.
Di antaranya, penghargaan ilmiah gelar doctor honoris causa dari Universitas Utrecht, 1976 dan Fukuoka
Asian Cultural Price pada
tahun 1995. Pak
Koen juga mendapat penghargaan Satyalencana Dwidja Sistha dari Menhankam RI
(1968 dan 1981).
Akhir hayat[
Antropolog pertama Indonesia
ini meninggal dunia dalam usia 75 tahun, Selasa 23
Maret 1999 sekitar pukul 16.25, di RS Kramat 128,
Jakarta Pusat. Dia telah terkena stroke sejak 1989. Dimakamkan di TPU
Karet Bivak, Rabu 24 Maret 1999 sekitar pukul 13.00.
Ada tiga wujud kebudayaan menurut
Koentjaraningrat (1979: 186-187). Pertama wujud kebudayaan sebagai ide,
gagasan, nilai, atau norma. Kedua wujud kebudayaan sebagai aktifitas atau pola
tindakan manusia dalam masyarakat. Ketiga adalah wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama berbentuk absarak, sehingga
tidak dapat dilihat dengan indera penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam
pikiran masyarakat. Ide atau gagasan banyak hidup bersama dengan masyarakat.
Gagasan itu selalu berkaitan dan tidak bisa lepas antara yang satu dengan yang
lainnya. Keterkaitan antara setiap gagasan ini disebut sistem. Koentjaraningrat
mengemukaan bahwa kata ‘adat’ dalam bahasa Indonesia adalah kata yang sepadan
untuk menggambarkan wujud kebudayaan pertama yang berupa ide atau gagasan ini.
Sedangkan untuk bentuk jamaknya disebut dengan adat istiadat (1979: 187). Wujud
kebudayaan yang kedua disebut dengan sistem sosial (Koentjaraningrat, 1979:
187). Sistem sosial dijelaskan Koentjaraningrat sebagai keseluruhan aktifitas
manusia atau segala bentuk tindakan manusia yang berinteraksi dengan manusia
lainnya. Aktifitas ini dilakukan setiap waktu dan membentuk pola-pola tertentu
berdasarkan adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang
memiliki pola tersebut disebut sebagai sistem sosial oleh Koentjaraningrat.
Sistem sosial berbentuk kongkrit karena bisa dilihat pola-pola tindakannya
dengan indra penglihatan. Kemudian wujud ketiga kebudayaan disebut dengan
kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 1979: 188). Wujud kebudayaan ini bersifat
konkret karena merupakan benda-benda dari segala hasil ciptaan, karya,
tindakan, aktivitas, atau perbuatan manusia dalam masyarakat.
Koentjaraningrat juga mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa, kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979: 203-204). Ketujuh unsur kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur kebudayaan universal karena selalu ada pada setiap masyarakat. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut dapat diperinci lagi menjadi sub unsur hingga beberapa kali menjadi lebih kecil.
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut sudah pasti menjelma dalam tiga wujud kebudayaan. Sebagai contoh Koentjaraningrat menjelaskan bahwa sistem religi dapat dibagi menjadi tiga wujud kebudayaan. Dalam wujud kebudayaan yang pertama atau ide atau gagasan, sistem religi memiliki gagasan tentang Tuhan, dewa-dewi, roh-roh halus, surga dan neraka, rengkarnasi, dan sebagainya. Lalu sebagai wujud kebudayaan yang kedua atau sistem sosial, sistem religi juga mempunyai pola-pola aktifitas atau tindakan seperti upacara atau ritual baik yang diadakan musiman atau setiap hari. Kemudian sistem religi juga mempunyai benda-benda yang dianggap suci, sakral, atau religius sebagai bentuk wujud kebudayaan ketiga yaitu kebudayaan fisik atau artefak.
Koentjaraningrat juga mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa, kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979: 203-204). Ketujuh unsur kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur kebudayaan universal karena selalu ada pada setiap masyarakat. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut dapat diperinci lagi menjadi sub unsur hingga beberapa kali menjadi lebih kecil.
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut sudah pasti menjelma dalam tiga wujud kebudayaan. Sebagai contoh Koentjaraningrat menjelaskan bahwa sistem religi dapat dibagi menjadi tiga wujud kebudayaan. Dalam wujud kebudayaan yang pertama atau ide atau gagasan, sistem religi memiliki gagasan tentang Tuhan, dewa-dewi, roh-roh halus, surga dan neraka, rengkarnasi, dan sebagainya. Lalu sebagai wujud kebudayaan yang kedua atau sistem sosial, sistem religi juga mempunyai pola-pola aktifitas atau tindakan seperti upacara atau ritual baik yang diadakan musiman atau setiap hari. Kemudian sistem religi juga mempunyai benda-benda yang dianggap suci, sakral, atau religius sebagai bentuk wujud kebudayaan ketiga yaitu kebudayaan fisik atau artefak.
·
Parsudi Suparlan
Pendidikan
S1 Antropologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia diselesaikannya pada tahun 1964. Pada
tahun 1970 memperoleh kesempatan belajar di Universitas Illinois, Amerika
Serikat, yang kemudian menyelesaikan MA pada tahun 1972 serta Ph.D
dalam bidang Antropologi pada tahun 1976.
Karier
Pada tahun 1961, diangkat
sebagai asisten dosen dari Prof. Harsya W. Bahtiar di Fakultas Sastra
Universitas Indonesia dan sebagai dosen tetap sejak tahun 1963. Kegiatan
mengajar tetap dilakukan hingga wafatnya pada program S1, S2, S3 Antropologi
FISIP UI; di Perguruan
Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK),
Program S2 dan S3 Ilmu Kepolisian, Universitas Indonesia; Program S2 Kajian
Wilayah Amerika UI dan menjabat sebagai Ketua Program Kajian tersebut sejak
1998.
Pada tahun 1999, Suparlan
mendirikan Jurnal Polisi Indonesia dan menjadi Pimpinan Redaksinya sejak saat
itu.
Karya
Sebagian besar dari karya-karya
tulisannya telah diterbitkan (lebih dari 200 tulisan sejak tahun 1964), antara
lain: The Javanese Suriname:
Ethnicity in snethnically plural society(Arizona State University, 1995); Oang Sakai di Riau: Masyarakat
terasing dalam masyarakat Indonesia (Yayasan Obor 1995), Hubungan Antar Suku Bangsa,
Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan, diterbitkan oleh YPKIK, 2004.
"The Javanese in Suriname: Ethnicity in an Ethnically Plural Society"
Published by Program for Southeast Asian Studies Arizona S ISBN
1-881044-02-5 (ISBN13:
9781881044024) edition language English. "Kemiskinan di Perkotaan"
Paperback, 1st ed., 284 pages Published 1984 by Sinar Harapan dan Yayasan Obor
Indonesia.
Prof. Dr. Parsudi
Suparlan (lahir di Jakarta, 3 April 1938 – meninggal di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, 22 November 2007 pada umur 69
tahun) adalah seorangantropolog Indonesia. Ia
memiliki kepakaran dalam bidang antropologi perkotaan, kemiskinan perkotaan, dan multikulturalisme.
Menurut Pasudi Suparlan, bahwa pengertian kebudayaan adalah sebagai keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi
tingkah lakunya.
Drs. R. Soekmono (lahir di Ketanggungan, kabupaten Brebes, 14 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 9 Juli 1997 pada umur 74 tahun)[1] adalah salah satu arkeolog dari Indonesiadan pernah memimpin proyek pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1971-1983.[2]
Bersama-sama dengan Satyawati Suleiman, Soekmono termasuk dalam arkeolog pertama
bangsa Indonesia yang berhasil menyelesaikan gelar sarjananya pada tahun 1953
dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pak Soek, biasa dipanggil oleh
rekan, bawahan, dan mahasiswanya. Bersama-sama dengan Satyawati Suleiman,
Soejono, Boechari, Uka Tjandrasasmita, Basoeki dan arkeolog Belanda pada tahun
1954 melakukan ekspedisi ke Sumatera. Dari ekspedisinya itu, ia berpendapat
bahwa pada masa Sriwijaya garis pantai Sumatera bagian timur terletak di
daerah pedalaman. Di Jambi terdapat sebuah teluk, sedangkan kota Palembang terletak di ujung sebuah semenanjung.
Pendapatnya ini terus dipertahankan hingga akhir hayatnya.
Soekmono merupakan
orang Indonesia pertama yang lulus sebagai doktorandus dalam bidang studi arkeologi. Setelah lulus tahun 1953, pada tahun itu
juga ia diangkat sebagai Kepala Dinas Purbakala Republik Indonesia, suatu
kedudukan yang sebelum itu dijabat oleh orang-orang Belanda. Jabatan ini terus dipangkunya hingga tahun
1973. Pada tahun 1970 ia dipercaya pemerintah untuk memimpin Proyek Pemugaran
Candi Borobudur, sebuah proyek besar yang didanai oleh pemerintah RI dan UNESCO.
Ditengah-tengah
kesibukannya memimpin suatu proyek besar, pada tahun 1974 ia sempat
menyelesaikan disertasinya yang berjudul "Candi, Fungsi dan
Pengertiannya" di Universitas Indonesia. Pada bidang studi inilah keahlian
dan pengalamannya dapat diuji, terutama pengetahuannya mengenai candi-candi di
Indonesia. Pengalamannya pada Proyek Pemugaran Candi Borobudur menjadikannya
seorang ahli mengenai bangunan candi yang sedang ditanganinya. Di dunia
internasional pengetahuannya mengenai konservasi bangunan monumental banyak
dipakai. Beberapa jabatan yang berkaitan dengan masalah-masalah konservasi
banyak disandangnya.
Kesibukannya sebagai
“praktisi arkeologi” tidak menjadikannya lupa akan dunia akademis.
Pengetahuannya yang luas mengenai Sejarah Kebudayaan Indonesia, diamalkannya di
ruang kuliah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Batusangkar sebagai Dosen Luar Biasa (1953-1978). Pada tahun 1978 ia
dikukuhkan sebagai Guru Besar Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Kemudian pada tahun 1986-1987 sebagai Guru Besar tamu di Rijksuniversiteit te
Leiden, Belanda.
Hasil karya
·
New light on some Borobudur problems, (1969)
·
Ancient Indonesian art of the central and eastern Javanese
periods, (1971)
·
Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 1, (1973)
·
Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 2, (1973)
·
Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 3, (1973)
·
Chandi Borobudur: a monument of mankind, (1976)
·
Chandi Gumpung of Muara Jambi: a platform in stead [sic] of a
conventional chandi, (1987)
·
Rekonstruksi sejarah Malayu kuno sesuai tuntutan arkeologi,
(1992)
·
The Javanese Candi: function and meaning, (1995)
Rujukan
^ Swantoro, P.
(2002). Dari buku ke buku, sambung menyambung menjadi satu.
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 979-9023-68-8.
Prof.
Dr. Ir, Sajogyo
(lahir di Karanganyar, 21 Mei 1926 – meninggal di Bogor,
17 Maret 2012 pada umur 85 tahun) adalah seorang pakar ilmu sosiologi dan
ekonomi yang juga sering dikenal sebagai "Bapak Sosiologi Pedesaan"
di Indonesia.
Dia turut
meletakkan dasar-dasar studi sosial-ekonomi pedesaan di Indonesia. Prof. Dr.
Ir. Sajogyo tumbuh, meniti dan menjadi pemimpin studi agraria Indonesia,
dimulai dari kampus IPB, hingga menjadi Rektor IPB pada tahun 1964. Dibesarkan
dalam tradisi ilmu sosial yang dikembangkan dari pertanian, Prof. Dr. Ir.
Sajogyo menyoal ekologi, pangan, gizi, tanah, agraria, yang kesemuanya berada
dalam konteks agri-culture (pembudidayaan), serta relasi antara natura dan humana.
Ia menghabiskan masa kanak-kanak hingga remajanya di beberapa kota:
Karanganyar, Bandung, Cepu, Barabai, Kediri, Banjarnegara, Purwakarta, Solo,
dan Yogyakarta, mengikuti ayahnya bertugas sebagai seorang guru. Ia mulai
mengenal dan bekerja untuk pedesaan sejak tahun 1949 ketika belajar di Fakultas
Pertanian UI di Bogor, atau kini dikenal dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pria yang sempat identik dengan jenggot putih ini melahirkan 'garis kemiskinan Sajogyo'. Menurutnya, kelompok miskin adalah rumah tangga yang mengkonsumsi pangan kurang dari nilai tukar 240 kg beras setahun per kepala di pedesaan atau 369 kg di perkotaan. Dari sini diperoleh angka kecukupan pangan 2.172 kg orang per hari. Sehingga untuk angka di bawah itu termasuk kategori miskin.
Pada 2011 Sajogyo meraih Habibie Award 2011 untuk kategori ilmu sosial. Sajogyo mengabdikan dirinya untuk ilmu pengetahuan. Hal itu tercermin saat dirinya mendirikan Sajogyo Institute yang merupakan badan pelaksana Yayasan Sajogyo Inti Utama yang didirikan pada tahun 2005 lalu. Sajogyo membangun institut ini bersama para kolega, sahabat, murid dan anak-anak muda yang terinspirasi oleh kepedulian, pemikiran dan konsistensi perjuangan yang panjang dalam memahami dinamika masyarakat petani dan penghidupan di pedesaan.
Cita-cita menuju masyarakat yang cerdas dan merdeka terlalu sempit diwadahi dalam satu kelembagaan, diterobos dari satu sisi, dan dilakukan oleh aktor-aktor yang terpisah. Cita-cita itu adalah cita-cita besar kita semua, membangun Keindonesiaan yang cerdas dan merdeka: “...Slamatkan tanahnya, slamatkan puteranya, pulaunya, lautnya semuanya. Indonesia Raya, merdeka merdeka, hiduplah Indonesia Raya..!”
Pria yang sempat identik dengan jenggot putih ini melahirkan 'garis kemiskinan Sajogyo'. Menurutnya, kelompok miskin adalah rumah tangga yang mengkonsumsi pangan kurang dari nilai tukar 240 kg beras setahun per kepala di pedesaan atau 369 kg di perkotaan. Dari sini diperoleh angka kecukupan pangan 2.172 kg orang per hari. Sehingga untuk angka di bawah itu termasuk kategori miskin.
Pada 2011 Sajogyo meraih Habibie Award 2011 untuk kategori ilmu sosial. Sajogyo mengabdikan dirinya untuk ilmu pengetahuan. Hal itu tercermin saat dirinya mendirikan Sajogyo Institute yang merupakan badan pelaksana Yayasan Sajogyo Inti Utama yang didirikan pada tahun 2005 lalu. Sajogyo membangun institut ini bersama para kolega, sahabat, murid dan anak-anak muda yang terinspirasi oleh kepedulian, pemikiran dan konsistensi perjuangan yang panjang dalam memahami dinamika masyarakat petani dan penghidupan di pedesaan.
Cita-cita menuju masyarakat yang cerdas dan merdeka terlalu sempit diwadahi dalam satu kelembagaan, diterobos dari satu sisi, dan dilakukan oleh aktor-aktor yang terpisah. Cita-cita itu adalah cita-cita besar kita semua, membangun Keindonesiaan yang cerdas dan merdeka: “...Slamatkan tanahnya, slamatkan puteranya, pulaunya, lautnya semuanya. Indonesia Raya, merdeka merdeka, hiduplah Indonesia Raya..!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar