Senin, 25 April 2016

7 Ahli Sosial Budaya Mancanegara dan Dalam Negeri



Clyde Kluckhohn
 
mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Clyde Kluckhohn (/ klʌkhoʊn /; 11 Januari 1905, Le Mars, Iowa - 28 Juli 1960, di dekat Santa Fe, New Mexico), adalah seorang antropolog Amerika dan teori sosial, terkenal karena kerja etnografis jangka panjang antara Navajo dan kontribusi untuk pengembangan teori budaya dalam antropologi Amerika.

Awal kehidupan dan pendidikan
Kluckhohn lulus di Princeton University, tapi dipaksa oleh kesehatan yang buruk untuk mengambil istirahat dari studi dan pergi untuk pulih di sebuah peternakan di New Mexico milik suami sepupu ibunya ini, Evon Z. Vogt. Selama periode ini ia pertama kali datang ke dalam kontak dengan tetangga Navajo dan mulai cinta seumur hidup dari bahasa dan budaya mereka. Dia menulis dua buku populer berdasarkan pengalamannya di negara Navajo, Untuk Kaki Pelangi (1927) dan Beyond the Rainbow (1933).

Dia melanjutkan studi di University of Wisconsin-Madison dan menerima AB di Yunani tahun 1928. Dia kemudian belajar klasik di Corpus Christi College, Oxford sebagai Rhodes Scholar di 1928-1930 [1] Selama dua tahun berikutnya, ia belajar antropologi di University of Vienna dan terkena psikoanalisis [1]. Setelah mengajar di University of New Mexico 1932-34, lanjutnya kerja sarjana di bidang antropologi di Harvard University di mana ia menerima gelar Ph.D pada tahun 1936. dia tetap di Harvard sebagai profesor di Antropologi Sosial dan Hubungan kemudian juga Sosial untuk sisa hidupnya

AUGUSTE COMTE



         Latar Belakang (Riwayat Hidup)
Auguste Comte yang lahir di Montpililer, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak seseorang bangsawan yang berasal dari keluarga berdarah Katolik.Namun, di perjalanan hidupnya Comte tidak menunjukkan loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga kepada Katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh suasana pergolakan social, intelektual dan politik pada masanya.


Pada tahun 1844 Comte bertemu seorang perempuan yang bernama Clotilde de Vaux. Walaupun, Comte sangat mencintainya hingga akhir hayat Clotilde tidak pernah menerima cinta Comte karena sudah memiliki suami, walau suaminya jauh dari Clotilde de Vaux meninggal pada tahun 1846 karena penyakit yang menyebabkan tipis harapan sembuhnya dan Clotilde masih terpisah dengan suaminya.

Pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya, Comte mengalami gangguan kejiwaan.Comte wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetiere du Pere Lachaise.

         Pandangan Terhadap Sosiologi
Auguste Comte, melihat perubahan-perubahan yang disebabkan adanya ancaman terhadap tatanan social, menganggap bahwa perubahan tersebut tidak saja bersifat positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat, tetapi juga berdampak negative. Salah satu dampak negative tersebut adalah terjadinya konflik antarkelas dalam masyarakat. Menurut Comte konflik-konflik tersebut terjadi karena hilangnya norma atau pegangan (normless) bagi masyarakat dalam bertindak. Comte berkaca dari apa yang terjadi dalam masyarakat Perancis ketika itu (abad ke-19). Setelah pecahnya Revolusi Perancis, masyarakat Perancis dilanda konflik antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi karena masyarakat tidak lagi mengetahui bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan social masyarakat.

Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri.Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala social.Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum social tersebut menjadi sebuah ilmu.Ia hanya memberi istilah bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah “Sosiologi”. Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya Rules of Sosiological Method. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya Sosiologi, Suguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi.

Comte jelaslah dapat terlihat progretivitasnya dalam memperjuangkan optimisme dari pergolakan realitas social pada masanya, dengan ilmu social yang sistematis dan analitis.Comte dikelanjutan sistematisasi dari observasi dan analisanya, Comte menjadikan ilmu pengetahuan yang dikajinya ini terklarifikasi atas dua bagian, yaitu social statik dan social dinamik.
Social static dan social dinamik hanya untuk memudahkan analitik saja terbagi dua, walapun begitu keduanya bagian yang integral karena Comte jelas sekali dengan hokum tiga tahapnya memperlihatkan ilmu pengetahuan yang holistic.Static social menerangkan perihal nilai-nilai yang melandasi masyarakat dalam perubahannya, selalu membutuhkan social order karenanya dibutuhkan nilai yang disepakati bersama dan berdiri atas keinginan bersama, dapat dinamakan hokum atau kemauan yang berlaku umum.Sedangkan social dinamik, ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perkembangan masyarakat atau gerak sejarah masyarakat kepada arah kemajuannya.


Pemandangan Comte rasanya dapat terlihat dalam penjabarannya mengenai ilmu pengetahuannya, yang mengidamkan adanya tata yang jelas mengendapkan keteraturan social dan kemajuan perkembangan serta pemikiran masyarakat kea rah positif.Sebagai seorang ilmuwan Comte mengharapkan sesuatu yang ideal tetapi, dalam hal ini Comte berbenturan dengan realitas social yang menginginkan perubahan social secara cepat, revolusi social.
Comte terpaksa memberikan stigma negative terhadap konflik, lentupan-lentupan yang mnegembang melalui konflik dalam masyarakat karena akan menyebabkan tidak tumbuhnya keteraturan social yang nantinya mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme social, anarkisme intelektual. Keteraturan social tiap fase perkembangan social (sejarah manusia) harus sesuai perkembangan pemikiran manusia dan pada tiap proses fase-fasenya (perkembangan) bersifat mutlak dan universal, merupakan inti ajaran Comte.

         Hasil Karya

Comte menganggap pernikahannya dengan Caroline merupakan kesalahan terbesar, berlanjutnya kehidupan Comte yang mulai memiliki kestabilan emosi ditahun 1830 tulisannya mengenai “Filsafat Positif” (Cours de Philosohie Positiv) terbit sebagai jilid pertama, terbitan jilid yang lainnya bertebaran hingga tahun 1842.

Tiga hal ini dapat menjadi ciri pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yatu :
1. Membenarkan dan menerima gejala sebagai kenyataan.
2. Mengumpulkan dan mengklasifikasi gejala itu menurut hokum yang menguasai mereka.
3. Memprediksi fenomena-fenomena yang akan dating berdasarkan hokum-hukum itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.


ALBION WOODBURRY SMALL (11 Mei 1854 – 24 Maret 1926)

·         LATAR BELAKANG
Albion Woodburry Small lahir pada tanggal 11 Mei 1584 di Buckfield, Maine.Ia pernah bersekolah di Andover Newton Theological School pada tahun 1876-1879. Setelah lulus dari Andover Newton Theological School, Albion Woodburry Small melanjutkan pendidikannya di Universitas Leipzig dan Universitas Berlin. Ia mempelajari tentang sejarah, ekonomi social dan politik.

Pada tahun 1888 sampai dengan tahun 1889, Albion Woodburry Small belajar sejarah di John Hopkins University di Baltimore, Maryland. Pada waktu yang sama Albion Woodburry Small juga mengajar di Univrsitas Colby.

Pada tahun 1892, ia mendirikan Departemen Sosiologi yang pertama di Unversitas Chicago. Ia memimpin departemen ini selama 30 tahun lebih. Pada tahun 1895, ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul “The American Journal Of Sociology” yang berisikan tentang catatan ilmu kemasyarakatan orang Amerika. Ia sangat berpengaruh dalam penempatan sosiologi sebagai bidang ilmu yang diakui untuk studi akademis.

Albion Woodburry Small telah menjabat sebagai seorang sejarahwan sosiologi.Karyanya yang berjudul “General Sociology” yang berarti ilmu kemasyarakatan umum, merupkan bagian terpenting dari semua karya yang telah dihasilkannya.Albion Woodburry Small meninggal dunia pada tanggal 24 maret 1926 di Amerika Serikat.

·         PENGERTIAN SOSIOLOGI MENURUT ALBION WOODBURRY SMALL
Albion Woodburry Small mengemukakan pengertian sosiologi sebagai kepentingan social yang menyatakan bahwa kepentingan berada ditangan manusia pribadi mapun kelompok dan dapat dikategorikan kedalam masalah-masalah seperti kesehatan, kekayaan, pengetahuan, keindahan, kebenaran dan sebagainya.Masyarakat dianggap sebagai hasil kegiatan manusia untuk memenuhi kepentingan-kepetingannya.

·         HASIL-HASIL KARYA ALBION WOODBURRY SMALL

Hasil karya Albion Woodburry Small sebagai seorang sejarahwan sosiologi diantaranya yaitu :
1. “Introduction To The Study Of Society”(1894)
2. “General Sociology”(1905)
3. “The Meaning Of The Social Science”(1910)
4. “Origins Of Sociology”(1924)



GEORGE SIMMEL



         Asal Dan Silsilah George Simmel
Simmel adalah seorang filosof dan sosiolog dari Jerman yang lahir di pusat kota Berlin pada tanggal 1Maret 1858, anak dari 7 bersaudara. Ayahnya adalah pengusaha sukes dari Yahudiyang beraliran katolik, sedangkan ibunya mengkonversi ke aliran protestan.Ayahnya meninggal saat Simmel masih muda, lalu Julius Friedlander ditunjuk sebagai walinya.Friedlander adalah teman dari keluarga Simmel dan pendiri penerbit internasional.

         Latar Belakang Pendidikan
Julius meninggalkan kekayaan untuk Simmel yang dapat digunakannya untuk bersekolah hingga sarjana. Setelah lulus dari kuliah gymnasium, ia mempelajari sejarah dan filsafat di Universitas of Berlin dengan tokoh lain dan memperoleh gelar doctor filsafat pada tahun 1881 ( dengan tesisnya, “The Neture of Master Accordig to Kart’s Physical Monocologi” ). Ia tetap di Universitas Berlin hingga selesai kuliah, tidak seperti mahasiswa lain yang gemar berpindah-pindah. Karena itu ia menjadi privat dozen (1901) dan diangkat menjadi Profesor Ausserordentliche oleh pemilik akademi. Dan sejak saat itu, ia mulai produktif terhadap karya-karya dan terkenal hingga USA dan Eropa.

         Pendapat Simmel Tentang Sosiologi

Menurut Simmel, sosiologi adalah:
 Sosiologi adalah ilmu pengetahuan khusus yang merupakan satu-satunya ilmu analisis yang abstrak diantara semua ilmu kemasyarakatan.
 Secara spesifik sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kedinamisan bentuk proses kebudayaan yang menekankan hubungan interaksi social antar individu atau antar masyarakat dimana keduanya adalah unsure yang saling ketergantungan dan saling mempengaruhi.

         Hasil Karya Simmel
Selama hidunya, Simmel menerbitkan 22 buku yang terdiri atas 200 esay dan dan artikel. Diantaranya:
Philosophie des Geldes (1900)
Soziologie (1908)
Uber Soziale Differenzing: Soziologie Undpsykologische Untersuchungen, Leipzig (1890)
Probleme der Geschichtsphilosopie: Eine Erkenntnistheoretische Studie, Leipzig (1892)
Hauptprobleme der Phiosophie (1910)
Philosophische Cultur (1911)
Lebesanschauung (1918)
Concerning Social Differentiation (1890)
Conflict of Modern Cultur (1918)


IBNU KHALDUN (1332-1406 )



         Latar Belakang Pendidikan Ibnu Khaldun
Seorang sarjana sosiologi dari Italia, Gumplowiez melalui penelitiannya yang cukup panjang, berpendapat, ”Kami ingin membuktikan bahwa sebelum Auguste Comte (1798-1857M) dan Giovani Vico (1668-1744M) telah datang seorang muslim yang tunduk pada ajaran agamanya. Dia telah mempelajari gejala-gejala sosial dengan akalnya yang cemerlang.Apa yang ditulisnya itulah yang kini disebut sosiologi. (Gumplowiez, Ibnu Khaldun, Arabischersoziologe des 14 jahrundert. Dalam ‘Sociologigsche Essays:PP.201-202).

Sejarawan dan Bapak Sosiologi Islam ini dari Tunisia.Ia keturunan Yaman dengan nama lengkapnya Waliuddin bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin Al Hasn. Namun ia lebih dikenal dengan nama Ibnu Khaldun. Keluarganya berasal dari Hadramaut (kini Yaman) dan silsilahnya sampai pada seorang sahabat Nabi Muhammad Nabi Muhammad SAW.bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah, salah seorang cucu Wail, Khalid bin Usman, memasuki daerah Andalusia bersama orang-orang arab penakluk pada tahun ke-3 H(9 M). Anak cucu Khalid bin Usman membentuk satu keluarga besar bernama Bani Khaldun, dari bani inilah asal nama Ibnu Khaldun.

Ia lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M (1 Ramadhan 732 H), tetapi sebenarnya ia dari Seville,Spanyol. Sejak kecil, ia sudah hafal Al-Qur’an. Di tanah kelahirannya itu ia mempelajari syari’at (tafsir, hadits, tauhid, fiqih) fisika dan matematika. Saat itu Tunisia telah menjadi pusat perkembangan ilmu di Afrika Utara.

Sejak usia muda,ia sudah mengikuti kegiatan politik praktis. Situasi politik yang tidak menentu di Tunisia, menyebabkan Ibnu Khaldun melakukan pengembaraan dari Maroko sampai Spanyol.Pada tahun 1375, beliau pindah ke Granada, Spanyol. Karena keadaan politik Granada tidak stabil ia menetap di Qal’at Ibnu Salamah di daerah Tilmisan,ibukota Maghrib Tengah (Aljazair) dan meninggalkan dunia politik praktis.

Tahun 746 H, studinya terhenti akibat terjangkitnya penyakit Pes di sebagian besar belahan dunia bagian timur dan bagian barat. Banyak korban akibat dari penyakit yang sedang melanda itu.Karena situasinya berubah, akhinya Ibnu Khaldun mencari kesibukan kerja serta mengikuti jejak kakeknya untuk terjun ke dunia politik.Berkat komunikasinya dengan tokoh-tokoh dan ulama terkemuka setempat telah banyak membantunya mencapai jabatan tinggi.

         Karya-karya Ibnu Khaldun
Sebagai sejarawan dan filsuf, ia memusatkan perhatiannya pada kegiatan menulis dan mengajar. Saat itulah karya besar lahir dari tangannya, yaitu :
1.     Sebuah kitab Al-Ibrar wa Diwan Al-Mubtada’ wa Al-Khabar fi Ayyamal Al-‘Arab wa Al-Ajam wa al-Barbar atau yang sering disebut Al-Ibrar (Sejarah Umum), terbitan Kairo tahun 1284. Kitab ini terdiri atas 7 jilid yang berisi tentang kajian sejarah yang didahului oleh Muqaddimah (jilid I), yang berisi tentang pembahasan masalah-masalah sosial manusia.
2.     Muqaddimah (yang sebenarnya merupakan pembuka kitab Al-Ibrar) popularitasnya melebihi kitab itu sendiri. Muqaddimah membuka jalan menuju pembahasan ilmu-ilmu sosial. Menurut pendapatnya, politik tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan, dan masyarakat dibedakan atas masyarakat desa (hadarah) dan kota (badawah). Oleh karena itu Ibnu Khaldun dianggap sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam.
3.     Sejumlah kitab yang bernilai tinggi diantaranya At-Ta’rif bi Ibn Khaldun (autobiografi, catatan dan kitab sejarahnya) dan kitab teologi yaitu Lubabal Al-Muhassal Afkar Usul Ad-Din (ringkasan dari kitab Muhassal Afkar Al-Muttaqaddimin wa Al-Muta’akhirin karya Imam Fakhrudi Ar-Razi dan memuat pendapatnya tentang masalah teologi).

         Pengertian Sosiologi
Dalam Muqaddimah ini pula Ibnu Khaldun menampakkan diri sebagai ahli sosiologi dan sejarah.Menurutnya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang solidaritas sosial.Teori pokoknya dalam sosiologi umum dan politik adalah konsep ashabiyah (solidaritas sosial).Asal-usul solidaritas sosial adalah ikatan darah yang disertai kedekatan hidup bersama. Hidup bersama juga dapat mewujudkan solidaritas yang sama kuat dengan ikatan darah.


William Fielding Ogburn


·         Latar Belakang
William Fielding Ogburn lahir di Butler, Georgia pada tanggal 29 Juni 1886. Setelah beliau lulus dari Universitas Penyalur Tekstil, Georgia pada tahun 1905, beliau menginginkan untuk memasuki pekerjaan professional. Ogburn kemudian memulai studinya pada bidang sosiologi.Beliau adalah seorang profesor sosiologi di sebuah Perguruan Tinggi di Portland, Oregon. Selama 4 tahun beliau berda di sana. Kemudian beliau kembali ke Universitas Columbia.Pada tahun 1927, Ogburn dipanggil ke Chicago untuk mengajar pada sebuah Perguruan Tinggi.Beliau menerima gelar akademis kehormatan LL.D dari almamaternya dan juga dari Universitas Carolina Utara.

W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu “ Cultural Lag” (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Ogburn berusaha untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan antara teori biologis dengan berbagai teori evolusi tanpa mengesampingkan konsep evolusi secara menyeluruh.W.F. Ogburn akhirnya meninggal di Tallahassee, Florida pada tanggal 27 April 1959.

·         Pengertian Sosiologi
Menurut William Fielding Ogburn, Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasil yang sebenarnya yaitu organisasi sosial. Beliau berusaha memberikan pengertian tertentu, walaupun beliau tidak memberi definisi tentang perubahan sosial.Beliau berpendapat bahwa ruang lingkup perubahan social mencakup unsur kebudayaan yang materiil dan immaterial, dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur immaterial.

·         Ajaran-Ajaran Pokok
Beliau berpendapat bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan suatu kebudayaan adalah :
1.     Discovery (penemuan-penemuan)
Ogburn mengemukakan ada sebanyak 150 perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya radio.
2.     Invensi
Ogburn mencatat ada 148 invensi atau penemuan semacamnya. Tiga bentuk efek dari invensi yaitu :
a)     Dispensasi (efek beruntung) dari sebuah invensi mekanik.
b)    Sukses (efek sosial) lanjutan dari sebuah invensi.
c)     Konvergensi (munculnya beberapa pengaruh dari beberapa invensi secara bersama.
3.     Difusi
Yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
4.     Akumulasi
5.     Penyesuaian



·         Hasil Karya (1886-1959)
W.F. Ogburn menemukan penemuan baru yang dinamakan “ Social Invention” yaitu penciptaan penegelompokkan dari individu-individu yang baru atau penciptaan adat-istiadat baru, maupun perilaku sosial yang baru.
v “ Sosial Change with respect to culture and original nature ” 1992
v “ American Marriage and family relationship “ (dengan gorves) 1928
v “ Sosial Characters Stics of City “ 1937
v “ The Social Effect of Autation “ 1946
v “ Technology and the changing family “ (dengan nirmkoff) 1953

Max Weber (1864 – 1920)

Max Weber seorang sosiolog, ahli ekonomi, sekaligus ahli ilmu politik dari Jerman.Ia menghabiskan waktunya untuk mengajar di beberapa tempat, antara lain di Berlin, Freiburg, Munich, dan Heidelberg. Salah satu minat besar Weber adalah keinginannya untuk mengembangkan metodologi bagi ilmu-ilmu sosial.Karya-karyanya sangat memberikan pengaruh terhadap para ahli ilmu sosial abad dua puluh. Dalam analisis sosiologis ia mengajukan apa yang disebutnya sebagai “idea types”, yakni model umum dari situasi sejarah yang dapat dipakai sebagai dasar pembandingan antarmasyarakat. Ia melawan para penganut Marx ortodoks saat itu yang mengatakan bahwa ekonomi merupakan faktor yang penting dan sangat menentukan dalam kehidupan sosial.
Weber menekankan peran nilai-nilai religius, ideologi, dan pemimpin kharismatik dalam memelihara kondisi masyarakat. Dalam karyanya, Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1920) ia mengembangkan suatu tesis mengenai keterkaitan yang erat antara gagasan asketis sebagaimana dikembangkan dalam Calvinisme dan kemunculan lembaga-lembaga kapitalis. Ia merupakan tokoh yang cukup berpengaruh dalam penggunaan statistik sosiologi dalam studi kebijakan ekonomi. Diantara karyanya yang lain adalah Wirtschaft und Gesellschaft (Ekonomi dan Masyarakat) serta General Economic History



7 Pakar Sosial Budaya Nasional


Selo Soemardjan

·         Latar Belakang
Selo Soemardjan adalah seorang ahli sosial yang lahir di Yogyakarta 23 Mei 1915.Lelaki yang juga dijuluki Bapak Sosiologi Indonesia ini sebenarnya adalah seorang staf pengajar lmu sosial di kalangan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia.
Tokoh sosiologi Indonesia ini adalah seorang yang mempunyai disiplin tinggi dan lebih senang memberikan contoh konkret terhadap peserta didiknya. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, seharusnya Selo Soemardjan sudah bisa menikmati masa pensiunnya dengan tenang, namun karena pengetahuannya tentang ilmu sosial yang masih diperlukan, pihak Universitas Indonesia memintanya untuk kembali mengajar setelah masa pensiun.
·         Pendidikan
1.     HIS, Yogyakarta (1921-1928)
2.     MULO, Yogyakarta (1928-1931)
3.     MOSVIA, Magelang (1931-1934)
4.     Universitas Cornell, Ithaca, New York, AS (Sarjana, 1959 Doktor, 1959)

·         Karya Buku
1.     Social Changes in Yogyakarta (1962)
2.     Gerakan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963)
3.     Desentralisasi Pemerintahan

·         Penghargaan

1.     Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah 17 Agustus 1994
2.     Gelar ilmuwan utama sosiologi 30 Agustus 1994
3.     Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19 Januari 2002

Vedi R. Hadiz

·         LATAR BELAKANG
Vedi R. Hadiz (lahir 1964) adalah ilmuwan sosial Indonesia yang bekerja sebagai Professor of Asian Societies and Politics pada Asia Research Centre, Murdoch University, Australia dan sebelumnya sebagai Associate Professor pada Jurusan Sosiologi Universitas Nasional Singapura (NUS). Ia juga pernah bekerja pada Asia Research Centre, Universitas Murdoch, Australia, sebagai Research Fellow. Di samping itu, ia juga merupakan Adjunct Professor di Departemen Sosiologi Universitas Indonesia. Ia lulus S1 dari FISIP-Universitas Indonesia dan memperoleh gelar PhD di Murdoch University pada tahun 1996. Di Jakarta ia pernah bekerja di Prisma (LP3ES) sebagai anggota Dewan Redaksi dan peneliti SPES (Society for Political and Economic Studies). Karya tulis ilmiahnya pernah terbit di Indonesia dalam jurnal Prisma dan di luar negeri dalam jurnal Development and Change, Third World Quarterly, Pacific Review, Journal of Contemporary Asia, Critical Asian Studies, Historical Materialism, dan lain-lain. Ia memperoleh Future Fellowship dari Australian Research Council pada tahun 2010.

·         Karya
Di antara bukunya dalam bahasa Inggris adalah :
1.     Workers and the State in New Order Indonesia (Routledge 1997)
2.     Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets (bersama Richard Robison, RoutledgeCurzon 2004)
3.     Localising Power in Post-Authoritarian Indonesia: A Southeast Asia Perspective (Stanford University Press 2010)--dan sebagai editor:
4.     Empire and Neoliberalism in Asia (Routledge 2006)
5.     Social Science and Power in Indonesia (bersama Daniel Dhakidae, ISEAS/Equinox 2005)
6.     Indonesian Politics and Society: A Reader (bersama David Bourchier, RoutledgeCurzon 2003)
7.     The Politics of Economic Development in Indonesia: Contending Perspectives (bersama Ian Chalmers, Routledge 1997).
Bukunya dalam Bahasa Indonesia antara lain
1.     Politik, Budaya dan Perubahan Sosial (Gramedia 1992)
2.     Dinamika Kekuasaan: Ekonomi Politik Indonesia Pasca-Soeharto (LP3ES 2005).


MOCHTAR NAIM

·         Latar Belakang
Mochtar Naim (lahir di Nagari Sungai PenuhKerinciJambi25 Desember 1932; umur 78 tahun) merupakan antropolog dan sosiolog Indonesia.Selain sebagai sosiolog ternama, Mochtar Naim tampil kemuka sebagai ahli Minangkabau.Dalam beberapa seminar dan tulisan-tulisannya, Mochtar kerap membagi budaya Nusantara kepada dua konsep aliran.Polarisasi budaya yang digambarkan Mochtar adalah konsep budaya yang bercirikan sentrifugal yang diwakili oleh budaya M (Minangkabau), berlawanan dengan konsep budaya sentripetal-sinkretis yang diwakili oleh budaya J (Jawa).
Mochtar Naim lahir dalam keadaan sungsang. Ketika ia berusia lima tahun, ibunya meninggal saat melahirkan adiknya. Ayahnya yang merupakan seorang pedagang kecil, pergi menikah kembali.Dalam masa kecilnya itu, Mochtar diasuh keluarga ibunya yang berasal dariBanuhampu, AgamSumatera Barat.Di nagari tersebut, Mochtar sekolah hingga merampungkan SLA-nya di Bukittinggi.
Ia melanjutkan studi sarjananya ke tiga universitas sekaligus, Universitas Gadjah Mada, PTAIN, dan Universitas Islam Indonesia, yang kesemuanya di Yogyakarta. Kemudian studi masternya dilanjutkan di Universitas McGillMontreal.Melengkapi jenjang pendidikannya, Mochtar mengambil gelar PhD-nya di University of Singapore.
Mochtar tercatat sebagai pendiri Fakultas Sastra Universitas Andalas, 1980, dan sejak itu ia menjadi dosen sosiologi universitas yang sama. Sebelum itu ia pernah duduk sebagai Direktur Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Universitas Hasanuddin di Makassar, dan Direktur Center for Minangkabau Studies, Padang.

Koentjaraningrat

Ayahnya R.M. Emawan Brotokoesomo, adalah seorang pamong praja di lingkungan Pakualaman. Ibunya, R.A. Pratisi Tirtotenojo, sering diundang sebagai penerjemah bahasaBelanda oleh keluarga Paku Alam. Walaupun anak tunggal, didikan ala Belanda yang diterapkan ibunya membuatnya menjadi pribadi yang disiplin dan mandiri sejak kecil.
Koentjaraningrat tertarik pada bidang antropologi sejak menjadi asisten Prof. G.J. Held, guru besar antropologi di Universitas Indonesia, yang mengadakan penelitian lapangan diSumbawa. Sarjana Sastra Bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia 1952, ini meraih gelar M.A. bidang Antropologi dari Yale University, AS, 1956 dan doktor antropologi dari Universitas Indonesia, 1958.
Pak Koen, demikian ia disapa, merintis berdirinya sebelas jurusan antropologi di berbagai universitas di Indonesia. Ilmuwan yang mahir berbahasa Belanda dan Inggris ini juga tekun menulis. Beberapa karya tulisnya telah menjadi rujukan bagi dosen dan mahasiswa di Indonesia. Ia banyak menulis mengenai perkembangan antropologi Indonesia. Sejak tahun 1957 hingga 1999, ia telah menghasilkan puluhan buku serta ratusan artikel.
Melalui tulisannya, ia mengajarkan pentingnya mengenal masyarakat dan budaya bangsa sendiri. Buah-buah pikirannya yang terangkum dalam buku kerap dijadikan acuan penelitian mengenai kondisi sosial, budaya, dan masyarakat Indonesia, baik oleh para ilmuwan Indonesia maupun asing.
Salah satu bukunya yang menjadi pusat pembelajaran para mahasiswanya adalah Koentjaraningrat dan Antropologi Indonesia, yang diterbitkan pada tahun 1963. Dalam buku itu, diceritakan kegiatan Prof Dr Koentjaraningrat dalam menimba ilmu. Juga di dalamnya, dia menjadi tokoh pusat dalam perkembangan antropologi.
Berbagai penghargaan telah dianugerahkan padanya atas pengabdiannya dalam pengembangan ilmu antropologi. Di antaranya, penghargaan ilmiah gelar doctor honoris causa dari Universitas Utrecht, 1976 dan Fukuoka Asian Cultural Price pada tahun 1995. Pak Koen juga mendapat penghargaan Satyalencana Dwidja Sistha dari Menhankam RI (1968 dan 1981).

Akhir hayat[

Antropolog pertama Indonesia ini meninggal dunia dalam usia 75 tahun, Selasa 23 Maret 1999 sekitar pukul 16.25, di RS Kramat 128, Jakarta Pusat. Dia telah terkena stroke sejak 1989. Dimakamkan di TPU Karet Bivak, Rabu 24 Maret 1999 sekitar pukul 13.00.

Ada tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1979: 186-187). Pertama wujud kebudayaan sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma. Kedua wujud kebudayaan sebagai aktifitas atau pola tindakan manusia dalam masyarakat. Ketiga adalah wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama berbentuk absarak, sehingga tidak dapat dilihat dengan indera penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam pikiran masyarakat. Ide atau gagasan banyak hidup bersama dengan masyarakat. Gagasan itu selalu berkaitan dan tidak bisa lepas antara yang satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara setiap gagasan ini disebut sistem. Koentjaraningrat mengemukaan bahwa kata ‘adat’ dalam bahasa Indonesia adalah kata yang sepadan untuk menggambarkan wujud kebudayaan pertama yang berupa ide atau gagasan ini. Sedangkan untuk bentuk jamaknya disebut dengan adat istiadat (1979: 187). Wujud kebudayaan yang kedua disebut dengan sistem sosial (Koentjaraningrat, 1979: 187). Sistem sosial dijelaskan Koentjaraningrat sebagai keseluruhan aktifitas manusia atau segala bentuk tindakan manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Aktifitas ini dilakukan setiap waktu dan membentuk pola-pola tertentu berdasarkan adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang memiliki pola tersebut disebut sebagai sistem sosial oleh Koentjaraningrat. Sistem sosial berbentuk kongkrit karena bisa dilihat pola-pola tindakannya dengan indra penglihatan. Kemudian wujud ketiga kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 1979: 188). Wujud kebudayaan ini bersifat konkret karena merupakan benda-benda dari segala hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas, atau perbuatan manusia dalam masyarakat.

     Koentjaraningrat juga mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa, kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979: 203-204). Ketujuh unsur kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur kebudayaan universal karena selalu ada pada setiap masyarakat. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut dapat diperinci lagi menjadi sub unsur hingga beberapa kali menjadi lebih kecil.

     Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut sudah pasti menjelma dalam tiga wujud kebudayaan. Sebagai contoh Koentjaraningrat menjelaskan bahwa sistem religi dapat dibagi menjadi tiga wujud kebudayaan. Dalam wujud kebudayaan yang pertama atau ide atau gagasan, sistem religi memiliki gagasan tentang Tuhan, dewa-dewi, roh-roh halus, surga dan neraka, rengkarnasi, dan sebagainya. Lalu sebagai wujud kebudayaan yang kedua atau sistem sosial, sistem religi juga mempunyai pola-pola aktifitas atau tindakan seperti upacara atau ritual baik yang diadakan musiman atau setiap hari. Kemudian sistem religi juga mempunyai benda-benda yang dianggap suci, sakral, atau religius sebagai bentuk wujud kebudayaan ketiga yaitu kebudayaan fisik atau artefak.


·                     Parsudi Suparlan

Pendidikan

S1 Antropologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia diselesaikannya pada tahun 1964. Pada tahun 1970 memperoleh kesempatan belajar di Universitas Illinois, Amerika Serikat, yang kemudian menyelesaikan MA pada tahun 1972 serta Ph.D dalam bidang Antropologi pada tahun 1976.

Karier

Pada tahun 1961, diangkat sebagai asisten dosen dari Prof. Harsya W. Bahtiar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan sebagai dosen tetap sejak tahun 1963. Kegiatan mengajar tetap dilakukan hingga wafatnya pada program S1, S2, S3 Antropologi FISIP UI; di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Program S2 dan S3 Ilmu Kepolisian, Universitas Indonesia; Program S2 Kajian Wilayah Amerika UI dan menjabat sebagai Ketua Program Kajian tersebut sejak 1998.
Pada tahun 1999, Suparlan mendirikan Jurnal Polisi Indonesia dan menjadi Pimpinan Redaksinya sejak saat itu.

Karya

Sebagian besar dari karya-karya tulisannya telah diterbitkan (lebih dari 200 tulisan sejak tahun 1964), antara lain: The Javanese Suriname: Ethnicity in snethnically plural society(Arizona State University, 1995); Oang Sakai di Riau: Masyarakat terasing dalam masyarakat Indonesia (Yayasan Obor 1995), Hubungan Antar Suku Bangsa, Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan, diterbitkan oleh YPKIK, 2004. "The Javanese in Suriname: Ethnicity in an Ethnically Plural Society" Published by Program for Southeast Asian Studies Arizona S ISBN 1-881044-02-5 (ISBN13: 9781881044024) edition language English. "Kemiskinan di Perkotaan" Paperback, 1st ed., 284 pages Published 1984 by Sinar Harapan dan Yayasan Obor Indonesia.

Prof. Dr. Parsudi Suparlan (lahir di Jakarta, 3 April 1938 – meninggal di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, 22 November 2007 pada umur 69 tahun) adalah seorangantropolog Indonesia. Ia memiliki kepakaran dalam bidang antropologi perkotaan, kemiskinan perkotaan, dan multikulturalisme. Menurut Pasudi Suparlan, bahwa pengertian kebudayaan adalah sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi tingkah lakunya. 

Prof. DR. R.Soekmono
Drs. R. Soekmono (lahir di Ketanggungan, kabupaten Brebes, 14 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 9 Juli 1997 pada umur 74 tahun)[1] adalah salah satu arkeolog dari Indonesiadan pernah memimpin proyek pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1971-1983.[2]
Bersama-sama dengan Satyawati Suleiman, Soekmono termasuk dalam arkeolog pertama bangsa Indonesia yang berhasil menyelesaikan gelar sarjananya pada tahun 1953 dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pak Soek, biasa dipanggil oleh rekan, bawahan, dan mahasiswanya. Bersama-sama dengan Satyawati Suleiman, Soejono, Boechari, Uka Tjandrasasmita, Basoeki dan arkeolog Belanda pada tahun 1954 melakukan ekspedisi ke Sumatera. Dari ekspedisinya itu, ia berpendapat bahwa pada masa Sriwijaya garis pantai Sumatera bagian timur terletak di daerah pedalaman. Di Jambi terdapat sebuah teluk, sedangkan kota Palembang terletak di ujung sebuah semenanjung. Pendapatnya ini terus dipertahankan hingga akhir hayatnya.
Soekmono merupakan orang Indonesia pertama yang lulus sebagai doktorandus dalam bidang studi arkeologi. Setelah lulus tahun 1953, pada tahun itu juga ia diangkat sebagai Kepala Dinas Purbakala Republik Indonesia, suatu kedudukan yang sebelum itu dijabat oleh orang-orang Belanda. Jabatan ini terus dipangkunya hingga tahun 1973. Pada tahun 1970 ia dipercaya pemerintah untuk memimpin Proyek Pemugaran Candi Borobudur, sebuah proyek besar yang didanai oleh pemerintah RI dan UNESCO.
Ditengah-tengah kesibukannya memimpin suatu proyek besar, pada tahun 1974 ia sempat menyelesaikan disertasinya yang berjudul "Candi, Fungsi dan Pengertiannya" di Universitas Indonesia. Pada bidang studi inilah keahlian dan pengalamannya dapat diuji, terutama pengetahuannya mengenai candi-candi di Indonesia. Pengalamannya pada Proyek Pemugaran Candi Borobudur menjadikannya seorang ahli mengenai bangunan candi yang sedang ditanganinya. Di dunia internasional pengetahuannya mengenai konservasi bangunan monumental banyak dipakai. Beberapa jabatan yang berkaitan dengan masalah-masalah konservasi banyak disandangnya.
Kesibukannya sebagai “praktisi arkeologi” tidak menjadikannya lupa akan dunia akademis. Pengetahuannya yang luas mengenai Sejarah Kebudayaan Indonesia, diamalkannya di ruang kuliah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Batusangkar sebagai Dosen Luar Biasa (1953-1978). Pada tahun 1978 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Kemudian pada tahun 1986-1987 sebagai Guru Besar tamu di Rijksuniversiteit te Leiden, Belanda.
Hasil karya
·         New light on some Borobudur problems, (1969)
·         Ancient Indonesian art of the central and eastern Javanese periods, (1971)
·         Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 1, (1973)
·         Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 2, (1973)
·         Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 3, (1973)
·         Chandi Borobudur: a monument of mankind, (1976)
·         Chandi Gumpung of Muara Jambi: a platform in stead [sic] of a conventional chandi, (1987)
·         Rekonstruksi sejarah Malayu kuno sesuai tuntutan arkeologi, (1992)
·         The Javanese Candi: function and meaning, (1995)
Rujukan
^ Swantoro, P. (2002). Dari buku ke buku, sambung menyambung menjadi satu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 979-9023-68-8.
1.     ^ UNESCO (2005). The restoration of Borobudur. UNESCO. ISBN 92-3-103940-7

Prof. Dr. Ir, Sajogyo
 
(lahir di Karanganyar, 21 Mei 1926 – meninggal di Bogor, 17 Maret 2012 pada umur 85 tahun) adalah seorang pakar ilmu sosiologi dan ekonomi yang juga sering dikenal sebagai "Bapak Sosiologi Pedesaan" di Indonesia.
Dia turut meletakkan dasar-dasar studi sosial-ekonomi pedesaan di Indonesia. Prof. Dr. Ir. Sajogyo tumbuh, meniti dan menjadi pemimpin studi agraria Indonesia, dimulai dari kampus IPB, hingga menjadi Rektor IPB pada tahun 1964. Dibesarkan dalam tradisi ilmu sosial yang dikembangkan dari pertanian, Prof. Dr. Ir. Sajogyo menyoal ekologi, pangan, gizi, tanah, agraria, yang kesemuanya berada dalam konteks agri-culture (pembudidayaan), serta relasi antara natura dan humana. Ia menghabiskan masa kanak-kanak hingga remajanya di beberapa kota: Karanganyar, Bandung, Cepu, Barabai, Kediri, Banjarnegara, Purwakarta, Solo, dan Yogyakarta, mengikuti ayahnya bertugas sebagai seorang guru. Ia mulai mengenal dan bekerja untuk pedesaan sejak tahun 1949 ketika belajar di Fakultas Pertanian UI di Bogor, atau kini dikenal dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). 
Pria yang sempat identik dengan jenggot putih ini melahirkan 'garis kemiskinan Sajogyo'. Menurutnya, kelompok miskin adalah rumah tangga yang mengkonsumsi pangan kurang dari nilai tukar 240 kg beras setahun per kepala di pedesaan atau 369 kg di perkotaan. Dari sini diperoleh angka kecukupan pangan 2.172 kg orang per hari. Sehingga untuk angka di bawah itu termasuk kategori miskin. 
Pada 2011 Sajogyo meraih Habibie Award 2011 untuk kategori ilmu sosial. Sajogyo mengabdikan dirinya untuk ilmu pengetahuan. Hal itu tercermin saat dirinya mendirikan Sajogyo Institute yang merupakan badan pelaksana Yayasan Sajogyo Inti Utama yang didirikan pada tahun 2005 lalu. Sajogyo membangun institut ini bersama para kolega, sahabat, murid dan anak-anak muda yang terinspirasi oleh kepedulian, pemikiran dan konsistensi perjuangan yang panjang dalam memahami dinamika masyarakat petani dan penghidupan di pedesaan. 
Cita-cita menuju masyarakat yang cerdas dan merdeka terlalu sempit diwadahi dalam satu kelembagaan, diterobos dari satu sisi, dan dilakukan oleh aktor-aktor yang terpisah. Cita-cita itu adalah cita-cita besar kita semua, membangun Keindonesiaan yang cerdas dan merdeka: “...Slamatkan tanahnya, slamatkan puteranya, pulaunya, lautnya semuanya. Indonesia Raya, merdeka merdeka, hiduplah Indonesia Raya..!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TUGAS 4 Pengantar Komputasi Modern

Distributed Computation dalam Cloud Computing Cloud computing itu terdiri dari 2 kata, yaitu cloud dan computing. Secara harfiah cloud ad...